Peristiwa lahirnya Kota Sala dari Dusun Sala, katanya, sangat dipengaruhi oleh peran ketiga tokoh tersebut.
Apalagi, ditemukannya Dusun Sala menjadi kutha sing gede (kota yang besar) sudah diramalkan oleh Raden Pabelan. Kyai Sala menemukan mayat Raden Pabelan nyangkrah (tersangkut) di pepohonan dekat Bengawan Solo, yang saat itu dikenal sebagai pelabuhan.
Begitu melihat mayat yang saat itu belum dikenal identitasnya, Kyai Sala mencoba melepaskan mayat yang nyangkrah di pohon tersebut, supaya terseret arus air sungai. Namun keesokan harinya, mayat itu kembali berada di tempat semula saat ditemukan. Hal itu berlangsung selama tiga kali.

Dalam komunikasi supranatural itu, Raden Pabelan minta agar dimakamkan di dusun dekat mayatnya ditemukan. Selain itu, dikatakan juga bahwa nantinya Dusun Sala akan menjadi kota yang besar. Setelah itu, mayat Raden Pabelan oleh Kyai Sala dimakamkan di dusun dekat bengawan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Sangkrah. Makam Raden Pabelan, lebih dikenal dengan sebagai makam Kyai Batang (mayat), seperti saat ditemukan Kyai Sala. Kawasan itu kemudian dikenal dengan nama Kampung Batangan.
Siapa Raden Pabelan, kok sampai ditemukan sudah menjadi mayat? Menurut Mufti, Raden Pabelan adalah putra Tumenggung Mayang, abdi dalem Kasultanan Pajang. Suatu saat, Pabelan dipergoki oleh Sultan Hadiwijaya berada di keputren Pajang sedang macari Sekar Kedaton, putri dalem Sultan Hadiwijaya.
Melihat hal itu, sultan marah dan memanggil Tumenggung Mayang. Saat menghadap, Tumenggung Mayang pasrah menerima hukuman atas perbuatan anaknya itu. Mendengar jawaban seperti itu, Sultan Pajang memerintahkan agar Raden Pabelan dihukum mati dengan dirajam berbagai macam bentuk senjata yang terbuat dari besi. Selanjutnya, mayatnya dibuang di Sungai Bengawan Solo dan nyangkut di pepohonan, kemudian ditemukan oleh Kyai Sala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar